DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
........................................................................................................ i
DAFTAR ISI
.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................................ 1
A. Latar
Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan
Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
................................................................................................. 2
A. Demokrasi
Liberal .................................................................................................. 2
B. Demokrasi
Terpimpin ............................................................................................. 9
C. Masa
Orde Baru ..................................................................................................... 12
D. Era
Reformasi ......................................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
......................................................................................................... 14
A. Simpulan
................................................................................................................. 14
B. Saran
....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................................... 15
BAB
I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Dalam
perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti menunjukan bahwa UUD tidak
dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun penegakan hukum. Telah
terjadi empat periode pemerintahan masa Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi
Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi
(1998-Sekarang). Pada saat kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD(1945, RIS
dan 1950) namun dalam prosesnya sitem demokrasi dan hukum dapat ditegakan.
Dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan
sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta,
Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada masa Demokrasi Orde Baru 1966.
Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan
menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan
konsekuen”. Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak
dari sistem politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian
kepemimpinan di bawah presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah 180
derajat. Kebebasan membentuk partai politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas
berbicara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
terjadinya Demokrasi Liberal di Indonesia itu berlangsung sampai berakhirnya
Demokrasi Liberal?
2. Apa yang melatar
belakangi berlangsungnya Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana
proses Demokrasi Terpimpin belangsung di Indonesia sampai berakhirnya Demokrasi
Terpimpin?
4. Apa yamg
melatarbelakangi munculnya Demokrasi Terpimpin?
5. Bagaimana
proses Reformasi belangsung di Indonesia sampai Fberakhirnya masa Reformasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
dibuatnya makalah ini selain sebagai tugas Mata Pelajaran IPS Sejarah juga untuk
memberikan pemahaman kepada para pembaca mengenai proses pergantian sitem
politik di Indonesia. Hingga para pembaca mengerti dan memahami proses dan
gejala yang ada dalam didalamnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
Seperti
yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah Indonesia bahwa negara Indonesia
telah beberapa kali mengalami perubahan sistem demokrasi. Diharapkan hal ini
bisa mewujudkan demokrasi berbau indonesia meski konsep dasar mengadopsi teori
demokrasi luar. Berikut ini adalah salah satu analisis dialektik-historis pada
penerapan demokrasi di Indonesia.
A. Demokrasi Liberal
1. Sejarah
Munculnya Demokrasi Liberal
Setelah
dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi
dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga
bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI
dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik
pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai
politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi
Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi Liberal tidak cocok dan tidak
sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit
mengenai pembubaranKonstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan
Indonesia.
1.
Pelaksanaan Pemerintahan
2.
Bidang Politik
Tahun
1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet,
partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi
merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950
-1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.
Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;
a) Kabinet
Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabiet
ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi)
sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai
Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua
terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang
sesuai. Kabinet ini kuat formasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di
dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok
dari Kabinet Natsir adalah:
1) Menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman.
2)
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan
pemerintahan.
3)
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4)
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5)
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Kendala
yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat dan
Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Keberhasilan Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk
pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan
memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b) Kabinet
Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah
Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk Sartono
(Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal, sehingga ia mengembalikan mandatnya
kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April
1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan
Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk
kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet
Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.
Program
pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
a)
Menjamin keamanan dan ketentraman
b)
Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum
agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
c)
Mempercepat persiapan pemilihan umum.
d)
Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e)
Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang
pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan
penyelesaian pertikaian buruh.
Terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin
keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini yaitu
adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan
Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan
politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai
telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya krisis moral yaitu
korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan
barang-barang mewah. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik karena kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman
harus mengembalikan mandatnya kepada presiden karena adanya pertentangan dari
Masyumi dan PNI.
c) Kabinet
Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal
1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan
Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.Kemudian
menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu
berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,
sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI,
Masyumi, dan PSI.
Program
pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
1.
Program dalam negeri :
Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan
kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2.
Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan
Indonesia-Belanda,Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Banyak
sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut; adanya kondisi krisis
ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya gerakan sparatisme dan sikap
provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa, terjadi peristiwa 17 Oktober
1952 yang menempatkan TNI sebagai alat sipil, munculnya masalah intern dalam
TNI sendiri. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi
Selatan.Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli), peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan
antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah
mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo.
Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni
1953.
d) Kabinet
Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet
keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli
1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai
yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini
dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Program
pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
1.
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan Pemilu.
2.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali
persetujuan KMB.
4.
Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau
prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu;
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika
tahun 1955 dan memiliki pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat
yang lain, seperti :
1)
Berkurangnya ketegangan dunia.
2)
Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan
politik rasdiskriminasi di negaranya.
3)
Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB,
karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
e) Kabinet
Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali
selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap
berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1)
Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu
mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2)
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah
ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3)
Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4)
Perjuangan pengembalian Irian Barat
5)
Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar
negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi
yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahapyaitu;
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f) Kabinet
Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali
Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet
baru pada
tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU.
Program
pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai
berikut.
1)
Perjuangan pengembalian Irian Barat
2)
Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat
terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3)
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4)
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5)
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu
program pokoknya adalah,
·
Pembatalan KMB
·
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima
tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif
·
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil
atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah
kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik
tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh
perjanjian KMB. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai
berikut. Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat. Muncul pergolakan /
kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme
dengan pembentukan dewan militer Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena
pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya. Pembatalan KMB
oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha
Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Mundurnya
sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
g) Kabinet
Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda
adalah Programnya disebut Panca Karya yaitu:
·
Membentuk Dewan Nasional
·
Normalisasi keadaan RI
·
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
·
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
·
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Hasil atau
prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Kelebihan
dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai berikut;
a)
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
b)
Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya
dalam sejarah Republik Indonesia secara demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
c)
Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB
d)
Indonesia dapat mengatur kembali batas perairan
nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda
e)
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
f)
Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis
selama republik ini berdiri.
Kegagalan
dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;
·
Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi
pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien
sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
·
Timbul berbagai masalah keamanan
·
Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti
pada peristwa 17 Oktober 1952.
·
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah
akibat lemahnya sistem pemerintahan.
·
Sering terjadi konflik antar partai politik dalam
pemerintahan untuk mendapatkan kekuasaan.
·
Praktik korupsi meluas.
·
Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah
hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
2. Akhir
Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
Kekacauan
politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang
mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya
mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan
Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante
adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara
golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki agar
Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya menghendaki
agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara dilakukan 3 kali dan hasilnya
yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke
UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini
menjadi masalah karena masih belum memenuhi syarat. Dengan kegagalan
konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya menyatakan
tidak akan menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante
tidak pernah berhasil merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang
situasi politik Indonesia saat itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
·
Pembubaran Konstituante.
·
Berlakunya kembali UUD 1945.
·
Tidak berlakunya UUDS 1950.
·
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah
keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950,
maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi
di Indonesia.
B.
Demokrasi Terpimpin
Semula
demokrasi ini di maksudkan untuk menangani masalah-masalah yang ada, tetapi
kemudian berkembang menjadi alat kekuasaan ekstra-konstitusional. Konsep
demokrasi terpimpin soekarno di anggap sebagai rumusan polotik baru bagi bentuk
pemerintahan yang lebih otoriter. Menurut Adnan buyung nasution dalam bukunya
yang berjudul “Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia”(2001:301),
bahwa demokrasi terpimpin bukan konsep yang siap pakai atau yang mempunyai
definisi yang jelas. Pada awalnya, konsep tersebut hanya merupakan ide Presiden
Soekarno yang luas dan kabur, yang kemungkinan besar dimaksudkan untuk
menangani masalah-masalah yang semakain bertumpuk yang dihadapi Negara yang
pemerintahannya masih sedang dirumuskan oleh Konstituante. Dengan berjalannya
waktu konsep tersebut berubah menjadi konsep politik yang sama sekali berbeda,
yang dimaksudkan untuk meruntuhkan konsep pemerintahan parlimenter. Demokrasi
Terpimpin ini sebagian besar ditentukan oleh peristiwa-peristiwa sosial-politik
yang terjadi antara tahun 1956 dan Juli 1959. Demokrasi Terpimpin dibagi
menjadi tiga tahap.
Tahap
pertama , dari bulan Februari 1957 hingga Juli 1958 dan mencakup perkembangan
seajak muncul samapai berakhirnya pemberontakan daerah. Tahap kedua, dari bulan
Juli 1958 sampai November 1958, ketika diusahakan perumuasan dasar Demokrasi
Terpimpin. Dalam tahap ini pertentangan antara pendukung dan penentang menjadi
jelas. Tahap ketiga, dari bulan November 1958 hingga Juli 1959 ketika demokrasi
terpimpin memasuki tahap pelaksanaan melalui jalan kembali ke UUD 1945 dan
perubahan seluruh sistem politik, dalam tahap ini Angkatan Darat memainkan
perananan yang menentukan. Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi
terpimpin oleh Presiden Soekarno :
§ Dari
segi keamanan
nasional: Banyaknya gerakan separatis pada
masa demokrasi
liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
§ Dari
segi perekonomian
: Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal
menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan
secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi
tersendat.
Gagalnya
usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan
peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959,
akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah
muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas
kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu
acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden. Dekrit yang
dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat
menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan
hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat Indonesia,
tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara
lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Pada
masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata.
Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan
suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian
partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan
kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar
dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin.
Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan
karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah
dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan
temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap
diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan
dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan
ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan
konsepsi Soekarno.
Penetapan
Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan
apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak
dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli
Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam
pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan
Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari
partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang
dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi
dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai
politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat
dikendalikan, dibubarkan pula. Dalam penggambaran kiprah partai politik di
percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta
peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu
kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan
Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan
partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini
tidak dapat dilepaskan. PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan
Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis
maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan
massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi
Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17
juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di
negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar. Seperti yang telah
disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami
pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara
diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31
Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai
berikut:
- Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
- Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
- Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
- Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
- Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
- Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
Sampai
dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi
prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang
diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba,
PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya
PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat
nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961
telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah
Islam (Perti).
C.
Masa Orde
Baru
Dalam
sejarahnya, Indonesia telah mencatat sebanyak tiga fase pemerintahan. Atau yang
lebih kita kenal dengan era Orde Lama yaitu masa kepemimpinan Ir. Soekarno dari
sejak kemedakaan Indonesia, era Orde Baru
yaitu masa kepemimpinan Jendral H Muhammad Soeharto yang manggantikan presiden
Ir Soekarno, dan yang terakhir adalah era yang disebut-sebut dengan Reformasi,
yaitu masa yang dimulai dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi presiden
setelah menjabat sejak tahun 1968-1998. Pada era Reformasi seluruh sistem
pemerintahan di Orde Lama yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah
dirubah. Seperti pemerintahan yang bertajukkan kekuatan militer, tidak adanya
kebebasan pers dan berpendapat, sistem DPR-MPR yang tidak berjalan sehingga
aspirasi rakyat tidak secara penuh tersampaikan, adanya pemerintahan yang
korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan dibungkamnya sistem oposisi terhadap
pemerintahan, semuanya telah berubah sejak era reformasi. Setelah Orde Baru
bisa dilumpuhkan dengan kekuatan mahasiswa, di Indonesia mulai membuka lembaran
baru. Tuntutan terhadap reformasi pemerintahan ini tentu saja dari
ketidakpuasan rakyat dengan pemerintah sebelumnya. yang paling mendesak ketika
itu adalah tuntutan pemulihan perekonomian negara saat terjadinya krisis
moneter.
Tuntutan
itu akhirnya dapat terwujud dengan pengunduran diri Presiden Soeharto dari
kursi pemerintahan pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh BJ.
Habibie. Meskipun sempat terjadi penolakan dari sebagian mahasiswa dengan
dipilihnya BJ. Habibie sebagai presiden yang menggantikan Soeharto dengan dalih
BJ. Habibie juga bagian dari rezim Orde Baru,
tapi pelantikan presiden BJ Habibie tetap dilaksanakan. Dalam masa pemerintahn
B.J Habibie telah terwujud kebebasan pers, berpendapat maupun berpolitik
layaknya air terjun yang mengalir deras. Dengan adanya reformasi, paling tidak
kita telah bisa bernafas lega setelah dikekang kebebasan kita di masa Orde Baru. Suara
rakyat yang dulunya tidak dapat tersampaikan di DPR, sekarang sudah benar-benar
terwakilkan. Bahkan kita bisa menuntut suara tersebut. Pers yang dulunya tidak
dapat bergerak bebas, sekarang sudah dapat memuat berita apa saja dengan
bebasnya. Kelompok oposisi yang dulunya diharamkan, sekarang sudah berani
berkoar-koar mengkritiki kinerja pemerintah. Bahkan budayawan dan seniman pun
dipersilahkan mengkritik pemerintah, kalau memang ada ketidakberesan dalam
pemerintahan.
D.
Era Reformasi
Lebih
dari 10 tahun sudah reformasi berjalan. Tentu ada kemajuan yang dicapai, namun
juga pastinya ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Ada sisi positif
dari reformasi, juga ada sisi negatifnya. Tapi yang perlu menjadi bahan
evaluasi adalah kekurangan-kekurangan tersebut, meskipun tidak mengesampingkan
sisi positifnya. Harga BBM sempat terombang-ambing. Korupsi juga masih
merajalela. Nuansa perpolitkan semakin mencekam. Banyak terjadi bentrokan yang
tak berarti yang terjadi selama Pilkada ataupun Pemilu. Belum lagi bentrokan
antar kelompok dan golongan. Masalah kemiskinan, meskipun program Pemerintah
untuk menangani masalah ini sudah cukup banyak yang terealisasikan seperti BLT
(Bantuan Langsung Tunai) dan BOS (Bantuan Oprasional Sekolah), namun ternyata
itu masih belum mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan.
Berkenaan
dengan pendidikan, Indonesia masih menyimpan sekitar 15,04 jiwa yang buta
huruf. Berdasarkan laporan di tahun 2005, Indonesia menempati nomor urut 111
dari 177 negara. sejak jatuhnya perekonomian di era Orde Baru, kita masih belum
dapat bangkit meski sudah di era reformasi. Bahkan kondisi tersebut kian
terancam memburuk saat terjadinya krisis finansial Amerika Serikat yang
berimbas kepada krisis finansial global. Dampak dari itu semua, banyak
pengusah-pengusaha yang bangkrut. Dan banyak juga terjadi PHK besar-besaran
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Dan juga bangsa Indonesia mempunyai
banyak hutang luar negeri yang setiap tahunnya meningkat Untuk dapat membayar utang
sebesar itu tentunya membutuhkan kebijakan yang besar pula, salah satunya dari
Pajak Investor dan Eksport. Untuk mendapatkan Pajak Investor yang besar
tentunya Pemerintah harus banyak mengundang Investor dan memberikan
kemudahan-kemudahan bagi mereka supaya mereka dapat menanamkan modalnya di
indonesia. Sehinggga apabila Investor tumbuh maka nilai eksport juga akan
meningkat.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam
perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami beberapa kali
pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun dengan sejalannya demokrasi itu
Indonesia sampai saat ini masih saja belum menemukan sistem Demokrasi yang
tepat. Banyak permasalahan yang datang dalam pencarian sistem Indonesia maupun
jiwa para pemimpinnya.
B. Saran
Entah
mengapa sampai saat ini Indonesia masih tertinnggal oleh negara lain, tapi
patut kita ketahui bahwa perubahan itu tidak ada dengan sendirinya. Kita
sebagai rakyat Indonesia lah yang harus memulai perubahan itu. Dimulai dari
penetapan sistem politik yang benar-benar tepat dan juga para anak bangsa yang
harus memperbaharuinya dengan perubahan yang membawa Indonesia maju.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Crouch,
Herbert, (2001). Militer & Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar
Harapan.
2. http://209.85.175.104/search?q=cache:S3YhgBx1fgJ:avaproletar.blogspot.com/2007/12/indonesiautopiademokrasi.html+sistem+pemerintahan+setelah+proklamasi&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&xclient=firefox-a
(13 November 2011)
3. Karim,
Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret
Pasang-Surut, Jakarta: Rajawali Pers.
4. Marwati
Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI,
Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.
5. Nasution,
Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia:
Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (second ed.).
Jakarta; Grafiti.
0 comments